Puluhan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto yang tergabung dalam BEM Unsoed dan Aliansi BEM Fakultas/Jurusan Se-Unsoed melakukan aksi demonstrasi, Kamis kemarin.
Mereka melakukan aksi longmarch mulai dari Kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Karangwangkal menuju Gedung Rektorat Unsoed. Di tiap-tiap fakultas mereka berhenti dan berorasi.
Dalam orasinya mereka menilai Rektor Prof Edy Yuwono PhD dinilai gagal memenuhi janjinya menolak komersialisasi pendidikan dan menjadikan Unsoed sebagai kampus yang berkualitas dan terjangkau masyarakat. Dia dinilai gagal memenuhi komitmen Tujuh Tuntutan Soedirman (Tugu Soedirman) yang ditandatanganinya sebelum menjabat menjadi rektor 2009 lalu.
"Komersialisasi pendidikan telah muncul kembali di Unsoed yang dulu disebut sebagai kampus rakyat. Kini kampus itu telah berubah menjadi kampus elit yang menerapkan biaya pendidikan yang sulit dijangkau masyarakat bawah," kata Koordinator Aksi, Irfan Irianto.
Hasil perbandingan biaya pendidikan dengan beberapa PTN menunjukkan bahwa Unsoed meraih gelar PTN yang menerapkan biaya masuk termahal. Analisis itu dilakukan dengan melihat mekanisme penjaringan yang sama dari tiap universitas melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Rekor itu muncul setelah Unsoed mengeluarkan kebijakan bahwa setiap mahasiswa baru yang masuk diwajibkan membayar Biaya Fasilitas Pendidikan (BFP).
Perbandingan
Sebagai pebandingan, biaya pendidikan kedokteran di Unsoed besar BFP terkecil Rp 75 juta dan per semester Rp 1.750.000. Sedangkan di Universitas Gajah Mada (UGM), Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA/BFP) terkecil Rp 10 juta dengan biaya per semester Rp 2.300.000. "Sample itu menujukkan bahwa Unsoed masih termahal walau dibanding UGM yang memiliki kualitas jauh di atas," imbuhnya.
Belum lagi berdasarkan Keputusan Rektor Nomor: KEP.254/H23/PP.00.01/2011 tentang Penetapan Biaya Pendidikan (Biaya Operasional dan Biaya Fasilitas Kegiatan) bagi mahasiswa Unsoed, bahwa BFP adalah biaya yang wajib dibayar/dilunasi mahasiswa baru pada semester pertama.
"Ini sangat memberatkan orang tua mahasiswa dari kalangan menengah ke bawah, karena mereka harus menyediakan puluhan sampai ratusan juta rupiah dalam waktu singkat," imbuhnya.
Mahasiswa diterima Rektor Prof Edy Yuwono PhD di Ruang Rapat Lantai 2 Gedung Rektorat. Rektor mengatakan Unsoed tidak menganut sistem komersialisasi pendidikan.
"Yang dimaksud komersialisasi pendidikan adalah mengambil profit dari pendidikan, sedangkan Unsoed tidak. Seluruhnya untuk pembiayaan pendidikan," katanya.
Pemgambilan keputusan terhadap besarnya jumlah BFP berdasarkan tingkat kemampuan orang tua calon mahasiswa yang akan membayarnya. "Oleh karena itu dibuat berjenjang," tegasnya.
Jika ada orang tua calon mahasiswa yang tidak mampu untuk membayar, lanjut Edy, maka universitas akan membebaskan dari biaya tersebut.
Mereka melakukan aksi longmarch mulai dari Kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Karangwangkal menuju Gedung Rektorat Unsoed. Di tiap-tiap fakultas mereka berhenti dan berorasi.
Dalam orasinya mereka menilai Rektor Prof Edy Yuwono PhD dinilai gagal memenuhi janjinya menolak komersialisasi pendidikan dan menjadikan Unsoed sebagai kampus yang berkualitas dan terjangkau masyarakat. Dia dinilai gagal memenuhi komitmen Tujuh Tuntutan Soedirman (Tugu Soedirman) yang ditandatanganinya sebelum menjabat menjadi rektor 2009 lalu.
"Komersialisasi pendidikan telah muncul kembali di Unsoed yang dulu disebut sebagai kampus rakyat. Kini kampus itu telah berubah menjadi kampus elit yang menerapkan biaya pendidikan yang sulit dijangkau masyarakat bawah," kata Koordinator Aksi, Irfan Irianto.
Hasil perbandingan biaya pendidikan dengan beberapa PTN menunjukkan bahwa Unsoed meraih gelar PTN yang menerapkan biaya masuk termahal. Analisis itu dilakukan dengan melihat mekanisme penjaringan yang sama dari tiap universitas melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Rekor itu muncul setelah Unsoed mengeluarkan kebijakan bahwa setiap mahasiswa baru yang masuk diwajibkan membayar Biaya Fasilitas Pendidikan (BFP).
Perbandingan
Sebagai pebandingan, biaya pendidikan kedokteran di Unsoed besar BFP terkecil Rp 75 juta dan per semester Rp 1.750.000. Sedangkan di Universitas Gajah Mada (UGM), Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA/BFP) terkecil Rp 10 juta dengan biaya per semester Rp 2.300.000. "Sample itu menujukkan bahwa Unsoed masih termahal walau dibanding UGM yang memiliki kualitas jauh di atas," imbuhnya.
Belum lagi berdasarkan Keputusan Rektor Nomor: KEP.254/H23/PP.00.01/2011 tentang Penetapan Biaya Pendidikan (Biaya Operasional dan Biaya Fasilitas Kegiatan) bagi mahasiswa Unsoed, bahwa BFP adalah biaya yang wajib dibayar/dilunasi mahasiswa baru pada semester pertama.
"Ini sangat memberatkan orang tua mahasiswa dari kalangan menengah ke bawah, karena mereka harus menyediakan puluhan sampai ratusan juta rupiah dalam waktu singkat," imbuhnya.
Mahasiswa diterima Rektor Prof Edy Yuwono PhD di Ruang Rapat Lantai 2 Gedung Rektorat. Rektor mengatakan Unsoed tidak menganut sistem komersialisasi pendidikan.
"Yang dimaksud komersialisasi pendidikan adalah mengambil profit dari pendidikan, sedangkan Unsoed tidak. Seluruhnya untuk pembiayaan pendidikan," katanya.
Pemgambilan keputusan terhadap besarnya jumlah BFP berdasarkan tingkat kemampuan orang tua calon mahasiswa yang akan membayarnya. "Oleh karena itu dibuat berjenjang," tegasnya.
Jika ada orang tua calon mahasiswa yang tidak mampu untuk membayar, lanjut Edy, maka universitas akan membebaskan dari biaya tersebut.
0 comments
Post a Comment