Universitas Gadjah Mada (UGM) masih enggan menggunakan nilai Ujian Nasional (UN) sebagai alat penjaringan mahasiswa baru. Alasannya, tujuan pelaksanaan UN berbeda dengan tujuan penerimaan mahasiswa dalam mekanisme Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Hal tersebut ditegaskan Rektor UGM Prof Sudjarwadi yang memastikan tidak akan memanfaatkan nilai UN untuk menjaring mahasiswa baru UGM tahun 2012. Menurut dia, ada perbedaan cukup signifikan antara soal UN dengan materi ujian dalam SNMPTN. ”Yang namanya cita-cita tidak masalah tetapi belum dalam waktu dekat (akan diterapkan) karena kami belum confident. Masih banyak yang harus diteliti,” katanya saat diklarifikasi Kamis (29/12).
Otonomi Pendidikan Harus Disikapi Bijaksana
Desentralisasi pendidikan sebagaimana amanat dalam UU Nomor 32/2004 merupakan sebuah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinnekaan. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (1), kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, fiskal/moneter, dan agama, serta kewenangan lain yang diatur secara khusus.
Selain itu, semuanya menjadi kewenangan daerah, termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Tujuan pemberian kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Menurut Ketua Dewan Pendidikan Propinsi DIY, Prof. Wuryadi, satu hal yang tidak boleh dilupakan di dalam pelaksanaan otonomi pendidikan ialah jangan sampai menimbulkan sikap mementingkan kepentingan diri sendiri. Misalnya, antara sekolah yang satu dengan yang lain tidak saling berkoordinasi dan hanya mengedepankan kepentingan pribadinya. “ Tidak peduli dengan jalannya pendidikan di institusi lain. Ini yang berbahaya kalau kita tidak menyikapinya dengan bijaksana,” ujar Wuryadi ketika berbicara dalam Diskusi 'Menggagas Pendidikan untuk Semua' di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri, Rabu (8/12). Diskusi ini merupakan salah satu rangkaian acara 'Festival Indonesia 100%' yang digelar oleh BEM KM UGM.
Selain berbicara persoalan otonomi pendidikan, Wuryadi dalam kesempatan itu juga kembali mempertanyakan kebijakan pemerintah mengenai pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Pemerintah menetapkan siswa yang telah lulus UN-lah yang dapat masuk di bangku perguruan tinggi. Menurutnya, korelasi antara UN dengan prestasi akademik ketika menjadi mahasiswa sangatlah kecil. “Penelitian sudah dilakukan di IPB dan ITB. Justru korelasi yang besar adalah antara prestasi mahasiswa dengan nilai rapor selama studi,” imbuhnya.
Wuryadi juga kembali mengingatkan kebijakan UN yang pernah dilarang oleh Mahkamah Agung (MA) karena dinilai belum memenuhi nilai-nilai standar yang disyaratkan secara lengkap. Meskipun demikian, pemerintah sampai saat ini berketetapan akan terus melaksanakan UN. “Kurikulumnya memang berdasarkan kompetensi. Namun, ujian nasionalnya tidak sesuai kompetensi,” tambah Wuryadi.
Sementara itu, pengamat pendidikan, Eko Prasetyo, dalam kesempatan itu mengatakan pendidikan bukan saja dilihat dari hasilnya, melainkan juga dari proses yang dilalui. Pengetahuan yang diperoleh dari sebuah pendidikan setidaknya harus berdampak dari sisi historis, berimplikasi sosial, dan rekonstruksi sosial. “ Kalau itu tidak terjadi, maka tentu pendidikan tidak akan membuat kita matang secara emosi,” terang Eko.
Ironisnya, menurut Eko, lambat-laun pendidikan hanya menjadi sebuah ritual belaka, misalnya, ketika berlangsungnya orientasi mahasiswa baru (OPSPEK) di perguruan tinggi, KKN hingga wisuda. Jika pemerintah, DPR beserta masyarakat tidak segera duduk bersama mencari solusi pelaksanaan pendidikan yang bervisi kerakyatan, ditakutkan pragmatisme dan komersialisasi pendidikan akan terus berlangsung. (Humas UGM/Satria AN : www.ugm.ac.id)
UGM Tolak UN untuk Masuk PTN
Universitas Gadjah Mada (UGM) masih enggan menggunakan nilai Ujian Nasional (UN) sebagai alat penjaringan mahasiswa baru. Alasannya, tujuan pelaksanaan UN berbeda dengan tujuan penerimaan mahasiswa dalam mekanisme Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Hal tersebut ditegaskan Rektor UGM Prof Sudjarwadi yang memastikan tidak akan memanfaatkan nilai UN untuk menjaring mahasiswa baru UGM tahun 2012. Menurut dia, ada perbedaan cukup signifikan antara soal UN dengan materi ujian dalam SNMPTN. ”Yang namanya cita-cita tidak masalah tetapi belum dalam waktu dekat (akan diterapkan) karena kami belum confident. Masih banyak yang harus diteliti,” katanya saat diklarifikasi Kamis (29/12).
Dia mengatakan, tujuan pelaksanaan UN adalah untuk mengevaluasi kemampuan siswa selama mengikuti pendidikan jenjang menengah. Sedangkan tes SNMPTN adalah menjaring calon mahasiswa sesuai dengan minat dan bakatnya. ”Dari segi akademis, selain tujuannya berbeda juga tes masuk perguruan tinggi menggunakan soal yang multiobjektif,” jelasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, anggota Koordinator UN Tingkat Pusat yang juga anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Prof Djemmari Mardapi mengatakan bahwa sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005, nilai UN bisa digunakan sebagai syarat masuk PTN asalkan pelaksanaannya kredibel. Ada beberapa indikator UN dianggap kredibel, seperti laporan dari pengawas, guru dan perguruan tinggi (PT) yang ditunjuk hingga perbandingan hasil UN antar daerah.
Saat ini, baru Universitas Negeri Padang (UNP) yang sudah menggunakan nilai UN sebagai syarat masuk dalam ujian mandirinya. ITB, Universitas Negeri Medan (Unimed), dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menyatakan sudah siap untuk menggunakan UN sebagai syarat masuk. Kemendikbud menyarankan adanya mekanisme pembobotan antara nilai UN dengan tes skolastik yang digelar PTN.
Menanggapi hal ini, Sudjarwadi menegaskan bahwa lulus UN menjadi salah satu syarat wajib bagi siswa yang ingin ikuti SNMPTN. Selain itu, nilai UN juga jadi salah satu syarat dalam penerimaan mahasiswa baru lewat jalur undangan maupun penelusuran bibit unggul. ”Selama ini sudah jadi syarat pelengkap untuk jalur undangan,” katanya.
Keengganan UGM menggunakan UN sebagai syarat masuk PTN, menurut Sudjarwadi, tidak bisa dikatakan UGM menolak rencana Kemendikbud menjadikan UN sebagai sistem menjaring mahasiswa baru. Rencana ini, kata dia, juga sudah menjadi bahasan para rektor universitas se-Indonesia. ”Tapi kan tidak sesederhana seperti itu,” tuturnya.
Menurut dia, kebijakan itu tidak bisa diterapkan tergesa-gesa, termasuk alternatif melakukan pembobotan antara tes masuk PTN yang dilakukan mandiri dengan nilai UN. Kebijakan baru bisa diterapkan setelah melakukan kajian intensif karena ada hal detail yang perlu dipelajari lebih dulu. ”Jadi kalau untuk menggantikan (SNMPTN) kayaknya masih belum untuk tahun depan,” tegasnya.
Hal tersebut ditegaskan Rektor UGM Prof Sudjarwadi yang memastikan tidak akan memanfaatkan nilai UN untuk menjaring mahasiswa baru UGM tahun 2012. Menurut dia, ada perbedaan cukup signifikan antara soal UN dengan materi ujian dalam SNMPTN. ”Yang namanya cita-cita tidak masalah tetapi belum dalam waktu dekat (akan diterapkan) karena kami belum confident. Masih banyak yang harus diteliti,” katanya saat diklarifikasi Kamis (29/12).
Otonomi Pendidikan Harus Disikapi Bijaksana
Desentralisasi pendidikan sebagaimana amanat dalam UU Nomor 32/2004 merupakan sebuah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinnekaan. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (1), kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, fiskal/moneter, dan agama, serta kewenangan lain yang diatur secara khusus.
Selain itu, semuanya menjadi kewenangan daerah, termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Tujuan pemberian kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Menurut Ketua Dewan Pendidikan Propinsi DIY, Prof. Wuryadi, satu hal yang tidak boleh dilupakan di dalam pelaksanaan otonomi pendidikan ialah jangan sampai menimbulkan sikap mementingkan kepentingan diri sendiri. Misalnya, antara sekolah yang satu dengan yang lain tidak saling berkoordinasi dan hanya mengedepankan kepentingan pribadinya. “ Tidak peduli dengan jalannya pendidikan di institusi lain. Ini yang berbahaya kalau kita tidak menyikapinya dengan bijaksana,” ujar Wuryadi ketika berbicara dalam Diskusi 'Menggagas Pendidikan untuk Semua' di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri, Rabu (8/12). Diskusi ini merupakan salah satu rangkaian acara 'Festival Indonesia 100%' yang digelar oleh BEM KM UGM.
Selain berbicara persoalan otonomi pendidikan, Wuryadi dalam kesempatan itu juga kembali mempertanyakan kebijakan pemerintah mengenai pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Pemerintah menetapkan siswa yang telah lulus UN-lah yang dapat masuk di bangku perguruan tinggi. Menurutnya, korelasi antara UN dengan prestasi akademik ketika menjadi mahasiswa sangatlah kecil. “Penelitian sudah dilakukan di IPB dan ITB. Justru korelasi yang besar adalah antara prestasi mahasiswa dengan nilai rapor selama studi,” imbuhnya.
Wuryadi juga kembali mengingatkan kebijakan UN yang pernah dilarang oleh Mahkamah Agung (MA) karena dinilai belum memenuhi nilai-nilai standar yang disyaratkan secara lengkap. Meskipun demikian, pemerintah sampai saat ini berketetapan akan terus melaksanakan UN. “Kurikulumnya memang berdasarkan kompetensi. Namun, ujian nasionalnya tidak sesuai kompetensi,” tambah Wuryadi.
Sementara itu, pengamat pendidikan, Eko Prasetyo, dalam kesempatan itu mengatakan pendidikan bukan saja dilihat dari hasilnya, melainkan juga dari proses yang dilalui. Pengetahuan yang diperoleh dari sebuah pendidikan setidaknya harus berdampak dari sisi historis, berimplikasi sosial, dan rekonstruksi sosial. “ Kalau itu tidak terjadi, maka tentu pendidikan tidak akan membuat kita matang secara emosi,” terang Eko.
Ironisnya, menurut Eko, lambat-laun pendidikan hanya menjadi sebuah ritual belaka, misalnya, ketika berlangsungnya orientasi mahasiswa baru (OPSPEK) di perguruan tinggi, KKN hingga wisuda. Jika pemerintah, DPR beserta masyarakat tidak segera duduk bersama mencari solusi pelaksanaan pendidikan yang bervisi kerakyatan, ditakutkan pragmatisme dan komersialisasi pendidikan akan terus berlangsung. (Humas UGM/Satria AN : www.ugm.ac.id)
UGM Tolak UN untuk Masuk PTN
Universitas Gadjah Mada (UGM) masih enggan menggunakan nilai Ujian Nasional (UN) sebagai alat penjaringan mahasiswa baru. Alasannya, tujuan pelaksanaan UN berbeda dengan tujuan penerimaan mahasiswa dalam mekanisme Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Hal tersebut ditegaskan Rektor UGM Prof Sudjarwadi yang memastikan tidak akan memanfaatkan nilai UN untuk menjaring mahasiswa baru UGM tahun 2012. Menurut dia, ada perbedaan cukup signifikan antara soal UN dengan materi ujian dalam SNMPTN. ”Yang namanya cita-cita tidak masalah tetapi belum dalam waktu dekat (akan diterapkan) karena kami belum confident. Masih banyak yang harus diteliti,” katanya saat diklarifikasi Kamis (29/12).
Dia mengatakan, tujuan pelaksanaan UN adalah untuk mengevaluasi kemampuan siswa selama mengikuti pendidikan jenjang menengah. Sedangkan tes SNMPTN adalah menjaring calon mahasiswa sesuai dengan minat dan bakatnya. ”Dari segi akademis, selain tujuannya berbeda juga tes masuk perguruan tinggi menggunakan soal yang multiobjektif,” jelasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, anggota Koordinator UN Tingkat Pusat yang juga anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Prof Djemmari Mardapi mengatakan bahwa sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005, nilai UN bisa digunakan sebagai syarat masuk PTN asalkan pelaksanaannya kredibel. Ada beberapa indikator UN dianggap kredibel, seperti laporan dari pengawas, guru dan perguruan tinggi (PT) yang ditunjuk hingga perbandingan hasil UN antar daerah.
Saat ini, baru Universitas Negeri Padang (UNP) yang sudah menggunakan nilai UN sebagai syarat masuk dalam ujian mandirinya. ITB, Universitas Negeri Medan (Unimed), dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menyatakan sudah siap untuk menggunakan UN sebagai syarat masuk. Kemendikbud menyarankan adanya mekanisme pembobotan antara nilai UN dengan tes skolastik yang digelar PTN.
Menanggapi hal ini, Sudjarwadi menegaskan bahwa lulus UN menjadi salah satu syarat wajib bagi siswa yang ingin ikuti SNMPTN. Selain itu, nilai UN juga jadi salah satu syarat dalam penerimaan mahasiswa baru lewat jalur undangan maupun penelusuran bibit unggul. ”Selama ini sudah jadi syarat pelengkap untuk jalur undangan,” katanya.
Keengganan UGM menggunakan UN sebagai syarat masuk PTN, menurut Sudjarwadi, tidak bisa dikatakan UGM menolak rencana Kemendikbud menjadikan UN sebagai sistem menjaring mahasiswa baru. Rencana ini, kata dia, juga sudah menjadi bahasan para rektor universitas se-Indonesia. ”Tapi kan tidak sesederhana seperti itu,” tuturnya.
Menurut dia, kebijakan itu tidak bisa diterapkan tergesa-gesa, termasuk alternatif melakukan pembobotan antara tes masuk PTN yang dilakukan mandiri dengan nilai UN. Kebijakan baru bisa diterapkan setelah melakukan kajian intensif karena ada hal detail yang perlu dipelajari lebih dulu. ”Jadi kalau untuk menggantikan (SNMPTN) kayaknya masih belum untuk tahun depan,” tegasnya.
0 comments
Post a Comment